Entah Apa Judulnya


Aku memandang wajahmu semalaman. Mencari selaput disetiap kulit wajahmu. Menyentuh setiap helai rambutmu di pagi hari. Kamu sungguh menyegarkan jiwaku yang semakin punah tepat diatas embun yang tak bisa jatuh dari daun. Memberikan harapan kepada gelasku yang berdebu agar terisi kembali. Dongeng dongengku mulai muncul. Entah apa yang aku ceritakan, kamu mulai memasuki dunianya. 

Aku ingin mengutuk diri sendiri karena ketidakkonsistenanku seperti pengecut sejati di dunia. Sesungguhnya pintuku selalu tertutup rapat, tak ingin siapapun mengintip apa yang terjadi di dalamnya. Namun, kamu mengetuk lagi dan lagi, menggangguku tidur, membuatku berkeliaran seperti orang gila di bawah mendung sore. Aku kembali seperti orang bodoh yang mengizinkan orang lain masuk ke tempat rahasiaku yang gelap, menolak apapun yang dikatakan akal sehat semalaman.

Sebenarnya tidak masalah jika kamu pergi saat tak menginginkanku lagi. Manusiawi jika seseorang meninggalkan yang lain disaat tidak ada lagi yang bisa diuntungkan. Jangan terlampau percaya diri bahwa eksistensi cinta masih ada. Akupun terkadang mencoba percaya, entah ia benar atau tidak. Coba yakinkan diriku bahwa hubungan itu adalah kenyamanan yang paling kamu dambakan. Yakinkan aku bahwa cinta tak akan menciptakan bosan sepanjang usia. Yakinkan aku bahwa kalimat demi kalimat yang kamu ceritakan hanya untuk seorang, bukan ke sekian banyak tujuan.

Dari ceritamu, aku menutup mata sambil membayangkan bagaimana terbang di depan gunung dan danau di atas kuda di udara. Kakiku tergelitik mendengar bagaimana awan bisa dilompati hanya dengan memeluk satu sama lain. Lucu tidak, saat aku menutup mata, kurasakan napasmu. Aku berpura-pura memandangimu lagi dan lagi dari dalam kelopak mata yang masih tertutup. Kamu seperti bintang di langit yang sulit disentuh karena terlalu jauh. Menunggumu adalah hal bodoh karena aku tahu kamu tidak akan datang. Kamu seperti orang iseng yang hanya penuh rasa ingin tahu. Datang sebentar, menyatukan hatiku yang patah, kemudian mematahkannya kembali.

Angin tetap berdiri dan membiarkanku bersandar disana. Kamu datang lagi dan lagi. Inang mataku mulai berair. Kurapikan ponimu yang berantakan. Satu tetes, dua tetes kamu mulai menangis bersamaku, menyerahkan payungmu, kemudian meninggalkanku menangkap enam puluh ribu lusin bintang sendirian sampai bosan.




#tulisan ini ditujukan untuk seseorang yang mengira kenyamanan adalah segalanya.
*ditulisnya di mall, dilanjut lagi pas perjalanan makassar-parepare sambil ngantuk celingukan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepada Kamu